Alkisah, ada dua
binatang yang berteman akrab sejak kecil, yaitu si ayam dan si babi. Mereka
selalu berjalan berdua kemanapun mereka pergi. Pada suatu hari, ketika mereka
berjalan melewati hutan belantara yang jauh dari keramaian kota , mereka menemukan seorang laki-laki yang
hampir mati.
Si ayam berkata: “Eh, bi! liat tuh!
Kayaknya ada orang sedang berbaring didepan!”
Si babi : “Iya, yam! Gue juga… liat.
Kayaknya dia sedang sekarat. Yuk kita deketin.”
Mereka melihat dari dekat, dan
laki-laki itu dengan lemah berkata : “Tolong aku, aku lapar dan tidak punya
makanan”
Lalu si ayam berkata kepada babi :
“Eh, kasihan deh. Bie, yuk kita tolong dia.”
Sahut si babi : “Tapi gimana yam ?
Kita kan nggak bawa bekal apa-apa ?”
Si ayam berkata : “Ya sudah, apa yang
ada pada diri kita saja kita olah menjadi makanan, setuju?”
Babi mengangguk : “Baiklah, kalau itu
bisa menyelamatkan nyawa orang itu, saya bersedia.”
Singkat cerita, mereka
masing-masing memberikan bagian diri mereka, mengolahnya menjadi makanan dan
memberikan kepada laki-laki tersebut. Ia sangat berterimakasih, kesehatannya
telah pulih dan ia melanjutkan perjalanannya. Si ayam dan si babi pun melanjutkan
perjalanannya berdua.
Si ayam berkata : “Senang yach,
rasanya, kita bisa menjadi berguna untuk orang lain….”
Si babi membalas : “Iya sih, aku juga
senang. tapi kamu jalannya jangan cepat-cepat yam, aku tadi memberikan satu
kakiku untuk menjadi makanannya, kamu sih enak, bisa bertelur….”
Cerita diatas menggambarkan 2
tipe dalam memberi, yaitu memberi dalam kelimpahan dan memberi
dalam kekurangan. Sifat ini dapat kita refleksikan dalam diri kita, yaitu
ketika kita memberikan persembahan dalam gereja, boleh ditanyakan dalam diri
kita sendiri: “Apakah saya merasa sudah memberikan yang terbaik untuk Tuhan?”
Biarlah hati nurani
masing-masing yang menjawabnya.
Saya jadi ingat, ketika Tuhan Yesus
memperhatikan orang-orang yang memberi persembahan. Orang-orang kaya memberi
persembahan dari kelimpahannya, Tetapi seorang janda miskin memberi dari
kekurangannya, bahkan seluruh nafkahnya. (Lukas 21:4). Orang yang memberikan
dari kelimpahannya memberi sedikit bagian untuk Tuhan Dan sisa bagian yang jauh
lebih banyak untuk dirinya sendiri, sedangkan si janda miskin memberikan
seluruh bagiannya untuk Tuhan dan tidak ada bagian untuk dirinya sendiri.
Itulah sebuah kenyataan, bahwa setiap orang memiliki kasih yang berbeda untuk Tuhan kita.
Kehendak Tuhan adalah supaya kita
mengasihiNya dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan kita.
Tuhan memang tidak butuh harta kita. Ia adalah pemilik surga dan
bumi. Jika Ia mau, Ia bisa mengambil semua harta kita. Tuhan menginginkan hati
kita, supaya kita berserah kepadaNya. Namun hal ini tidak akan terjadi
sepenuhnya sebelum hati kita masih menyayangi harta duniawi. Alkitab berkata : “Dimana hartamu berada,
disitu pula hatimu berada” (Mat 6:21).
Dimana hartamu berada, disitu pula
hatimu berada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar