Welcome Myspace Comments

Selasa, 13 September 2011

Siapa bilang menyontek itu enak?

“Kamu tahu meja Bapak, kan? Letak saja di sana. Jangan sampai berantakan, ya.” Kata Pak Yudhi pada Agu saat bel istirahat berbunyi. Agu disuruh membawa buku latihan IPS teman-temannya ke ruang guru.
Setibanya di meja Pak Yudhi, Agu meletakkan buku-buku tersebut. Kemudian ia melihat sebuah kertas berisi tulisan-tulisan. Ternyata soal-soal ulangan matematika besok lengkap dengan jawabannya.
Karena ruangan guru sedang sepi, timbul niat Agu untuk mencatat isi kertas itu. Lalu ia pun melakukannya.
****


Lusanya di sekolah, Agu mendapat pengalaman yang tak terlupakan. Saat itu pak Yudhi membagikan hasil ulangan Matematika dan ternyata hampir semua siswa yang mendapat nilai jelek. Hanya Agu seorang yang mendapat nilai bagus, bahkan sampai 100. Semua heran, termasuk Agu sendiri. Ia pikir ulangan tersebut tidaklah terlalu sulit. Tentu saja ia tidak mengetahuinya, karena ketika ulangan ia tidak berpikir. Ia melihat jawaban yang ia tulis dari kertas yang ada di meja Pak Yudhi.
“Lihatlah Agu, hanya ia yang mendapat nilai bagus pada ulangan ini. Padahal di ulangan sebelumnya nilai dia terus hancur. Berarti Agu belajar lebih giat untuk ulangan berikutnya. Kalian harus menirunya.” Puji pak Yudhi
Betapa bangganya Agu saat itu. Sepanjang hari ia disanjung oleh pak Yudhi dan teman-temannya. Agu seperti seorang atlet yang baru memenangkan perlombaan saja. Yang lebih senangnya, Nila juga ikut-ikutan memuji dia. Padahal biasanya gadis itu sering memukul kepalanya sambil berkata “Apakah kepalamu ada isinya?”
“Wah, kamu hebat juga. Padahal Raiha saja dapat nilai 65, kamu malah dapat 100.” Kata Nila saat istirahat sekolah.
“Biasanya nilai ulangan kamu tak pernah di atas 60, apalagi matematika.” Ujar Tigris.
“Iya, padahal soal yang rumitnya minta ampun. Kamu mati-matian belajarnya, ya?” Tambah Dodo.
“Hehe, aku juga baru sadar kalau aku ini sebenarnya jenius.” Jawab Agu sombong. Kemudian ia pergi. Sebagian temannya mendadak kesal dengan kesombongan Agu, yang lainnya masih kagum.
****
“Gu, tolong ajari aku yang ini, dong.” Pinta Nene suatu ketika.
“Ajari apa?” jawab Agu.
“Nih, matematika yang waktu itu kamu dapat nilai 100.”
“Apa?” Kata Agu terkejut. Gawat, aku kan sebenarnya tidak mengerti soal-soal itu, kata Agu dalam hati.
“Iya, kutanya dengan Raiha, dia bilang tidak begitu tahu.”
“Eh, kayaknya aku kebelet pipis.” Kata Agu. Lalu ia berlari meninggalkan Nene.
Ternyata saat masuk kelas, Agu juga mendapat masalah. Saat membahas soal-soal ulangan lalu, Pak Yudhi kembali memuji Agu.
“Sebenarnya soal-soal ini tidak sulit. Hanya saja kalian tidak jeli. Kalian harus banyak-banyak belajar. Seperti Agu, kalau Bapak lihat, jawabannya sangat lengkap. Itu membuktikan kalau dia sungguh-sungguh belajar.” Ujar Pak Yudhi.
Kali ini Agu tidak terlalu senang dipuji. Ia justru merasa malu pada orang-orang yang memujinya, dan juga pada dirinya sendiri. Sebenarnya dia tidak sehebat yang disangka orang, bahkan ia sangat jahat. Ia teringat kata-kata Pak Yudhi, orang yang menyontek itu adalah pembohong, pencuri dan pengecut. Ia menyesal sekali.
“Baik, karena ulangan lalu mengecewakan Bapak, maka besok kita adakan ulangan lagi. Kali ini jangan ada yang dapat nilai jelek lagi. Belajar sungguh-sungguh. Kalau ada masalah, minta bantuan dengan Agu.” Kata Pak Yudhi.
“Apa? Ulangan lagi?” Teriak Agu dalam hati.
****
“Pak, saya mau bilang sesuatu.” Kata Agu ketika pulang sekolah, saat teman-temannya sudah pulang.
“Ada apa, Gu?”
“Sebenarnya …”
“Kalau ada masalah, katakan saja. Biar sama-sama kita cari jalan keluarnya.”
“Eh, …”
“Agu, Bapak tidak akan bisa membantu kalau tidak tahu apa yang harus Bapak bantu.”
“Tapi Bapak jangan marah, ya.”
“Baik.”
“Sebenarnya sebelum ulangan lalu, saya melihat soal-soal dan jawaban ulangannya di meja Bapak. Jadi, saya mencatatnya di kertas dan saat ulangan saya lihat kertas itu.” Kata Agu. Dan bukannya marah, Pak Yudhi justru tertawa.
“Sebenarnya Bapak juga sudah menebak hal itu. Makanya Bapak sengaja memujimu berlebihan. Yah, agar kamu mengaku.”
“Jadi, Bapak tidak marah?”
“Bagi Bapak, berbuat kesalahan itu mudah. Tapi mengakui kesalahan itu adalah hebat. Bapak maafkan kamu, asal kamu janji tidak akan mengulangnya”
“Saya janji. Terima kasih, pak.”
“Baguslah. Justru yang Bapak tidak suka adalah kenapa kamu menyontek begitu saja, tidak mau mempelajarinya. Bukankah lebih banyak untungnya jika seperti itu.”
“Eh, bisakah Bapak tidak memberitahukan hal ini pada teman-teman? Saya malu.” Pinta Agu.
“Itu tergantung kamu. Kalau ulangan besok kamu dapat nilai buruk, mereka akan tahu tanpa Bapak beritahu. Jadi, sekarang kamu belajar sungguh-sungguh agar kamu tidak malu.”
“Baik, Pak.” Jawab Agu mantap. Pak Yudhi membalasnya dengan senyuman.
Hari itu sangat cerah. Agu pulang dengan penuh semangat. Di hatinya ada kelegaan dan tekad yang kuat untuk belajar dengan giat. Ia mau besok dipuji lagi karena nilai ulangan yang bagus, tapi tanpa harus menyontek lagi.


Dumai, 30 April 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar